Bulan Muharram Dan Puasa Muharram
Bulan Muharram
adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah. Bulan ini disebut oleh Nabi
Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Tentunya, bulan ini
memilki keutamaan yang sangat besar.
Di zaman dahulu
sebelum datangnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bulan ini bukanlah dinamakan bulan
Al-Muharram, tetapi dinamakan bulan Shafar Al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakanShafar
Ats-Tsani. Setelah
datangnya Islam kemudian Bulan ini dinamakan Al-Muharram.1
Al-Muharram di dalam bahasa Arab artinya adalah waktu yang diharamkan. Untuk apa?
Untuk menzalimi diri-diri kita dan berbuat dosa. Allahsubhanahu wa
ta’ala berfirman:
{ إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً
فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ }
“Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.
Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu
di keempat bulan itu” (QS
At-Taubah: 36)
Diriwayatkan
dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
((… السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ
وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَان.))
“Setahun terdiri
dari dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram, tiga berurutan,
yaitu: Dzul-Qa’dah, Dzul-Hijjah dan Al-Muharram, serta RajabMudhar yang
terletak antara Jumada dan Sya’ban. “2
Pada ayat di
atas Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ }
“Janganlah
kalian menzalimi diri-diri kalian di dalamnya”, karena berbuat dosa pada bulan-bulan haram ini lebih
berbahaya daripada di bulan-bulan lainnya.
Qatadah rahimahullah pernah berkata:
(إنَّ الظُّلْمَ فِي الْأَشْهُرِ
الْحُرُمِ أَعْظَمُ خَطِيْئَةً وَوِزْراً مِنَ الظُّلْمِ فِيْمَا سِوَاهَا، وَإِنْ
كَانَ الظُّلْمُ عَلَى كُلِّ حَالٍ عَظِيْماً، وَلَكِنَّ اللهَ يُعَظِّمُ مِنْ
أَمْرِه مَا يَشَاءُ.)
“Sesungguhnya
berbuat kezaliman pada bulan-bulan haram lebih besar kesalahan dan dosanya
daripada berbuat kezaliman di selain bulan-bulan tersebut. Meskipun berbuat
zalim pada setiap keadaan bernilai besar, tetapi Allah membesarkan segala
urusannya sesuai apa yang dikehendaki-Nya.”3
Ibnu ‘Abbas radhiallahu
‘anhuma berkata:
(…فَجَعَلَهُنَّ حُرُماً وَعَظَّمَ حُرُمَاتِهِنَّ وَجَعَلَ
الذَّنْبَ فِيْهِنَّ أَعْظَمُ، وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ وَاْلأَجْرُ أَعْظَمُ.)
“…Kemudian
Allah menjadikannya bulan-bulan haram, membesarkan hal-hal yang diharamkan di
dalamnya dan menjadikan perbuatan dosa di dalamnya lebih besar dan menjadikan
amalan soleh dan pahala juga lebih besar.”4
Haramkah berperang di bulan-bulan haram?
Para ulama
berbeda pendapat dalam hal ini. Jumhur ulama memandang bahwa larangan berperang
pada bulan-bulan ini telah di-naskh (dihapuskan), karena Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
{ فَإِذَا انسَلَخَ الأشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا
الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدتُّمُوهُمْ }
“Apabila sudah
habis bulan-bulan Haram itu, maka Bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana
saja kamu jumpai mereka.” (QS At-Taubah: 5)
Sebagian ulama
mengatakan bahwa larangan berperang pada bulan-bulan tersebut, tidak dihapuskan
dan sampai sekarang masih berlaku. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa
tidak boleh memulai peperangan pada bulan-bulan ini, tetapi jika perang
tersebut dimulai sebelum bulan-bulan haram dan masih berlangsung pada
bulan-bulan haram, maka hal tersebut diperbolehkan.
Pendapat yang
tampaknya lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama. Karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memerangi penduduk Thaif pada bulan Dzul-Qa’dah pada peperangan Hunain.5
Keutamaan Berpuasa di Bulan Muharram
Hadits di atas
menunjukkan disunnahkannya berpuasa selama sebulan penuh di bulan Muharram atau
sebagian besar bulan Muharram. Jika demikian, mengapa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak berpuasa sebanyak puasa beliau di bulan Sya’ban? Para ulama
memberikan penjelasan, bahwa kemungkinan besar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mengetahui keutamaan bulan Muharram tersebut kecuali di akhir
umurnya atau karena pada saat itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki banyak udzur seperti: safar,
sakit atau yang lainnya.
Keutamaan Berpuasa di Hari ‘Asyura (10 Muharram)
Di bulan
Muharram, berpuasa ‘Asyura tanggal 10 Muharram sangat ditekankan, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
((…وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ.))
“… Dan puasa di
hari ‘Asyura’ saya berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan (dosa) setahun
yang lalu.”6
Ternyata puasa ‘Asyura’ adalah puasa yang telah dikenal oleh orang-orang Quraisy sebelum datangnya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka juga berpuasa pada hari
tersebut. ‘Aisyah radhiallahu ‘anha berkata:
(كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ قُرَيْشٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ
، وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَصُومُهُ فَلَمَّا قَدِمَ
الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ
يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَه.)
“Dulu hari
‘Asyura, orang-orang Quraisy mempuasainya di masa Jahiliyah. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam juga mempuasainya. Ketika beliau pindah ke Madinah, beliau mempuasainya
dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan,
beliau meninggalkan puasa ‘Asyura’. Barang siapa yang ingin, maka silakan berpuasa.
Barang siapa yang tidak ingin, maka silakan meninggalkannya.” 7
Keutamaan Berpuasa Sehari Sebelumnya
Selain berpuasa
di hari ‘Asyura disukai untuk berpuasa pada tanggal 9 Muharram, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah berkeinginan, jika seandainya tahun depan beliau hidup, beliau akan
berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Tetapi ternyata
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallamwafat pada
tahun tersebut.
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ – رضى الله
عنهما – يَقُولُ: حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَوْمَ
عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ, قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ
تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم-: (( فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا
الْيَوْمَ التَّاسِعَ.)) قَالَ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى
تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berpuasa di hari ‘Asyura’ dan
memerintahkan manusia untuk berpuasa, para sahabat pun berkata, ‘Ya Rasulullah!
Sesungguhnya hari ini adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan
Nasrani.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata, ‘Apabila tahun
depan -insya Allah- kita akan berpuasa dengan tanggal 9 (Muharram).’ Belum sempat tahun depan tersebut
datang, ternyata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal.
(HR Muslim)
Banyak ulama
mengatakan bahwa disunnahkan juga berpuasa sesudahnya yaitu tanggal 11 Muharram.
Di antara mereka ada yang berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas berikut:
(( صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ ،
صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا.))
“Berpuasalah
kalian pada hari ‘Asyura’ dan selisihilah orang-orang Yahudi. Berpuasalah
sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari.”9
Akan tetapi
hadits ini lemah dari segi sanadnya (jalur periwayatan haditsnya).
Meskipun
demikian, bukan berarti jika seseorang ingin berpuasa tanggal 11 Muharram hal
tersebut terlarang. Tentu tidak, karena puasa tanggal 11 Muharram termasuk
puasa di bulan Muharram dan hal tersebut disunnahkan.
Sebagian ulama
juga memberikan alasan, jika berpuasa pada tanggal 11 Muharram dan 9 Muharram,
maka hal tersebut dapat menghilangkan keraguan tentang bertepatan atau tidakkah
hari ‘Asyura (10 Muharram) yang dia puasai tersebut, karena bisa saja penentuan
masuk atau tidaknya bulan Muharram tidak tepat. Apalagi untuk saat sekarang,
banyak manusia tergantung dengan ilmu astronomi dalam penentuan awal bulan,
kecuali pada bulan Ramadhan, Syawal dan Dzul-Hijjah.
Hari ‘Asyura, Hari Bergembira atau Hari Bersedih?
Kaum muslimin
mengerjakan puasa sunnah pada hari ini. Sedangkan banyak di kalangan manusia,
memperingati hari ini dengan kesedihan dan ada juga yang memperingati hari ini
dengan bergembira dengan berlapang-lapang dalam menyediakan makanan dan lainnya.
Kedua hal
tersebut salah. Orang-orang yang memperingatinya dengan kesedihan, maka orang
tersebut laiknya aliran Syi’ah yang memperingati hari wafatnya Husain bin ‘Ali
bin Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Husain radhiallahu ‘anhu terbunuh di Karbala’ oleh orang-orang
yang mengaku mendukungnya. Kemudian orang-orang Syi’ah pun menjadikannya
sebagai hari penyesalan dan kesedihan atas meninggalnya Husain.
Di Iran, yaitu
pusat penyebaran Syi’ah saat ini, merupakan suatu pemandangan yang wajar, kaum
lelaki melukai kepala-kepala dengan pisau mereka hingga mengucurkan darah,
begitu pula dengan kaum wanita mereka melukai punggung-punggung mereka dengan
benda-benda tajam.
Begitu pula
menjadi pemandangan yang wajar mereka menangis dan memukul wajah mereka,
sebagai lambang kesedihan mereka atas terbunuhnya Husain radhiallahu
‘anhu.
Padahal
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-: (( لَيْسَ مِنَّا مَنْ
لَطَمَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ.))
“Bukan termasuk
golonganku orang yang menampar-nampar pipinya, merobek-robek baju dan
berteriak-teriak seperti teriakan orang-orang di masa Jahiliyah.”10
Kalau dipikir,
mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama di hari meninggalnya ‘Ali bin Abi
Thalib, Padahal beliau juga wafat terbunuh?
Di antara
manusia juga ada yang memperingatinya dengan bergembira. Mereka sengaja memasak
dan menyediakan makanan lebih, memberikan nafkah lebih dan bergembira layaknya ‘idul-fithri.
Mereka berdalil
dengan hadits lemah:
(( مَنْ وَسَّعَ عَلَى عِيَالِهِ يَوْمَ عَاشُورَاءَ لَمْ يَزَلْ
فِي سَعَةٍ سَائِرَ سَنَتِهِ.))
“Barang siapa
yang berlapang-lapang kepada keluarganya di hari ‘Asyura’, maka Allah akan
melapangkannya sepanjang tahun tersebut.”11
Dan perlu
diketahui merayakan hari ‘Asyura’ dengan seperti ini adalah bentuk penyerupaan
dengan orang-orang Yahudi. Mereka bergembira pada hari ini dan menjadikannya
sebagai hari raya.
Demikianlah
sedikit pembahasan tentang bulan Muharram dan keutamaan berpuasa di dalamnya.
Mudahan kita bisa mengawali tahun baru Islam ini dengan ketaatan. Dan Mudahan tulisan ini bermanfaat. Amin.










