Jumat, 03 Oktober 2014

TAKBIRAN

TAKBIRAN

Jika ditelisik, masalah takbir pada dua hari raya, termasuk hal yang dituntunkan oleh Islam. Untuk takbir pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq juga ketika bertepatan dengan hari raya Idul Fitri, beberapa dalil yang dapat dirujuk antara lain firman Allah swt serta beberapa hadits dan atsar. Di antaranya:

وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ  فَمَنْ تَعَجَّلَ فِي يَوْمَيْنِ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ وَمَنْ تَأَخَّرَ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ  لِمَنِ اتَّقَىٰ  وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ [٢:٢٠٣]
Artinya: “Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.” [QS al-Baqarah (2): 203]

Imam  Ibnu Katsir berkomentar: “Termasuk dalam cakupan ayat ini adalah berdzikir sebentar selepas shalat lima waktu, meski dzikir tidak dibatasi pada satu waktu tertentu (tapi bisa dilakukan kapanpun). Dalam masalah ini terdapat banyak pendapat para ulama, namun yang sering dilakukan adalah (takbir) seusai shalat subuh pada hari Arafah hingga usai shalat ashar pada hari tasyriq terakhir.” (Tafsir Ibnu Katsir, vol.I/651)

حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ عَاصِمٍ عَنْ حَفْصَةَ عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ قَالَتْ: كُنَّا نُؤْمَرُ أَنْ نَخرُجَ يَوْمَ اْلعِيْدِ، حَتَّى نُخْرِجَ الْبِكَرَ مِنْ خِدْرِهَا، حَتَّى نُخْرِجَ الْحَيَّضَ فَيَكُنَّ خَلْفَ النَّاسِ فَيُكَبِّرْنَ بِتَكْبِيْرِهِمْ وَيَدْعُوْنَ بِدُعَائِهِمْ، يَرْجُوْنَ بَرَكَةَ ذَلِكَ الْيَوْمِ وَطُهْرَتَهُ. [رواه البخاري]
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Umar bin Hafsh, telah menceritakan pada kami ayahku dari Ashim dari Hafshah dari Ummu Athiyah, berkata: ‘Kami diperintahkan pergi shalat ’Idul (Fitri) bahkan anak-anak gadis pergi keluar dari pingitannya. Begitu juga wanita-wanita yang sedang haidh, tetapi mereka ini hanya berdiri di belakang orang banyak, turut takbir dan berdoa bersama-sama. Mereka mengharapkan memperoleh berkah dan kesucian pada hari itu’.” [HR. al-Bukhari: 971]

وَكَانَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُكبِّرُ فِي قُبَّتِهِ بِمِنىً فَيَسْمَعُهُ أَهْلُ اْلمَسْجِدِ فَيُكَبِّرُونَ وَيُكبِّرُ أَهْلُ اْلأَسْوَاقِ حَتَّى تَرْتَجَّ مِنىً تَكْبِيراً. وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يُكَبِّرُ بِمِنىً تِلْكَ اْلأَيَّامَ وَخَلْفَ الصَّلَوَاتِ وَعَلَى فِرَاشِهِ وَفِي فُسْطَاطِهِ وَمَجْلِسِهِ وَمَمْشَاهُ تِلْكَ اْلأَيَّامَ جَمِيْعاً. وَكَانَتْ مَيْمُونَةُ تُكَبِّرُ يَوْمَ النَّحْرِ، وَكَانَ النِّسَاءُ يُكَبِّرْنَ خَلْفَ أََبَانَ بْنِ عُثْمَانَ وَعُمَرَ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ لَيَالِيَ التَّشْرِيقِ مَعَ الرِّجَالِ فِي اْلمَسْجِدِ. [رواه البخاري، باب التكبيرِ أَيّامَ مِنىً، وَإِذا غَدا إِلى عَرَفةَ]
Artinya: “Umar (ra.) bertakbir dalam kubahnya di Mina kemudian orang-orang di dalam masjid mendengarnya, merekapun (ikut) bertakbir, juga orang-orang di pasar (ikut) bertakbir hingga Mina ramai dengan kumandang takbir. Ibnu Umar juga bertakbir di Mina pada hari-hari itu, di samping juga seusai shalat, di atas dipannya, di serambi (rumahnya), pada majelisnya, dan (orang-orang) di jalanan pada hari-hari itu. Maimunah juga bertakbir ketika hari raya kurban. Para perempuan juga bertakbir di belakang Aban bin Utsman dan Umar bin Abdul Aziz pada malam hari-hari tasyriq bersama para laki-laki di dalam masjid.” [HR. al-Bukhari, bab Takbir pada Hari-hari di Mina, dan ketika Berangkat menuju Arafah]

حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هٰرُونَ عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ عَنِ الزُّهْرِي أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ اْلفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يُأْتَي اْلمُصَلَّى وَحَتَّى يُقْضَي الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةُ قُطِعَ التَّكْبِيرُ.
Artinya: “Telah menceritakan pada kami Yazid bin Harun dari Ibnu Abi Dzi’bu dari az-Zuhri bahwasannya Rasulullah Saw keluar pada hari fitri lalu ia bertakbir hingga sampai ke tempat shalat dan hingga shalat ditunaikan. Apabila shalat ditunaikan, takbirpun berhenti.” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 5611, dengan sanad shahih dan didukung oleh jalur lain dari Ibnu Umar]

Dari dalil-dalil di atas, para ulama mazhab fikih yang empat berkesimpulan bahwa takbir, baik untuk hari raya Idul Fitri dan Idul Adha’ disunahkan. Demikian menurut mazhab Syafi’i dan Maliki serta dipegangi oleh Jumhur ulama. Mazhab Hanbali menyimpulkannya wajib, sedang mazhab Hanafi tidak disunahkan bertakbir. (Ibnu Qudamah; al-Mughni, vol 3/255, Asy-Sfai’i; al-Umm, vol. 4/286, ).

Untuk waktu kapan dimulainya takbir, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa takbir dimulai setelah matahari tenggelam pada malam ’Id sampai dengan dimulainya shalat ’Id dan atau ketika Imam  selesai berkhutbah menurut Imam Ahmad. (Majmu’ al-Fatawa, vol. 24/221).

Sedang untuk lafal takbir, banyak dan luas sekali riwayat seputar hal ini sehingga  para ulama seperti Imam Malik, al-Qurthubi, dan ash-Shan’aniy menganjurkan kita untuk memilih salah satunya. Di antaranya sebuah riwayat sebagaimana termaktub dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih hasil Muktamar Tarjih ke-20 di Garut, Jawa Barat tahun 1976, yaitu:

Lafadz takbir ‘Ied seperti disandarkan kepada Ibn Mas’ud, ‘Umar ibn al-Khattab dan ‘Ali ibn Abi Thalib, di antaranya adalah sebagai berikut:
اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ اْلحَمْدُ.
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada Tuhan melainkan Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan bagi Allah-lah segala puji.”
(berdasarkan hadits riwayat Ibn Abi Syaibah, Mushannaf, tahqiq: Kamal al-Hut, juz 1 hlm 490 no. 5650, 5651, 5653. Ibn al-Mundzir, Al-Awshat, juz 7, hlm 22 no: 223, hlm 23, 24, 25 no:224, 225, 226)

Lafadz takbir ‘Ied sesuai hadits riwayat Abdur Razaq dari Salman dengan sanad yang shahih, yang mengatakan:
كَبِّرُوْا، اَللهُ أًكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا
Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar.
(lihat ash-Shan’aniy, Subul as-Salam,  Juz II: 76)
كَبِّرُوْا، اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا

Artinya: “Bertakbirlah: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Sungguh Maha Besar. (lihat al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Juz III: 316)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar