Jumat, 18 Oktober 2013

Isteri durhaka

Hukum Istri yang Berani dan Durhaka kepada Suaminya

Sesungguhnya Allah -Subhanahu wa Ta’la- menciptakan istri bagi kita, agar kita merasa tentram dan tenang kepadanya. Sebagaimana firman Allah -Subhanahu wa Ta’la-
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً  إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ[٣٠:٢١]
"Dan diantara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir."
(QS. Ar-Ruum :21)

Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata menafsirkan ayat ini,

"Kemudian diantara kesempurnaan rahmat-Nya kepada anak cucu Adam, Allah menciptakan pasangan mereka dari jenis mereka, dan Allah ciptakan diantara mereka mawaddah (yakni, cinta), dan rahmat (yakni, kasih sayang). Sebab seorang suami akan mempertahankan istrinya karena cinta kepadanya atau sayang kepadanya dengan jalan wanita mendapatkan anak dari suami, atau ia butuh kepada suaminya dalam hal nafkah, atau karena kerukunan antara keduanya, dan sebagainya". [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (3/568)]


Maksud adanya pernikahan adalah untuk menciptakan kecenderungan (ketenangan), kasih sayang, dan cinta. Sebab seorang istri akan menjadi penyejuk mata, dan penenang di kala timbul problema. Namun, jika istri itu durhaka lagi membangkang kepada suaminya, maka alamat kehancuran ada didepan mata.Dia tidak lagi menjadi penyejuk hati, tapi menjadi musibah dan neraka bagi suaminya.


Kedurhakaan seorang istri kepada suaminya amat banyak ragam dan bentuknya, seperti mencaci-maki suami, mengangkat suara depan suami, membuat suami jengkel, berwajah cemberut depan suami, menolak ajakan suami untuk jimak, membenci keluarga suami, tidak mensyukuri (mengingkari) kebaikan, dan pemberian suami, tidak mau mengurusi rumah tangga suami, selingkuh, berpacaran di belakang suami, keluar rumah tanpa izin suami, dan sebagainya.


Allah -Subhanahu wa Ta’la- telah mengancam istri yang durhaka kepada suaminya melalui lisan Rasul-Nya ketika Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِيْ عَنْهُ
"Allah tidak akan melihat seorang istri yang tidak mau berterima kasih atas kebaikan suaminya padahal ia selalu butuh kepada suaminya" .[HR. An-Nasa'iy dalam Al-Kubro (9135 & 9136), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (2349), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2771), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (289)]

Tipe wanita seperti ini banyak disekitar kita.Suami yang lelah banting tulang setiap hari untuk menghidupi anak-anaknya, dan memenuhi kebutuhannya, namun masih saja tetap berkeluh kesah dan tidak puas dengan penghasilan suaminya.


Ia selalu membanding-bandingkan suaminya dengan orang lain, sehingga hal itu menjadi beban yang berat bagi suaminya.Maka tidak heran jika neraka dipenuhi dengan wanita-wanita seperti ini, sebagaimana sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-,

رِيْتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ يَكْفُرْنَ . قِيْلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللهِ ؟ , قال: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ لَوْ أَحْسَنْتَ إَلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ , ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا, قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْراً قَطُّ

"Telah diperlihatkan neraka kepadaku, kulihat mayoritas penghuninya adalah wanita, mereka telah kufur (ingkar)!" Ada yang bertanya, "apakah mereka kufur (ingkar) kepada Allah?" Rasullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menjawab, "Tidak, mereka mengingkari (kebaikan) suami. Sekiranya kalian senantiasa berbuat baik kepada salah seorang dari mereka sepanjang hidupnya, lalu ia melihat sesuatu yang tidak berkenan, ia (istri durhaka itu) pasti berkata, "Saya sama sekali tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu".
[HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (29), dan Muslim dalam Shohih-nya (907)]

Pembaca yang budiman, jika para wanita mengetahui betapa besar kedudukan seorang suami di sisinya, maka mereka tidak akan berani durhaka dan membangkang kepada suaminya.
hadits Hushain bin Mihshon ketika ia berkata, "Bibiku telah menceritakan kepadaku seraya berkata,

أَتَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ بَعْضِ الْحَاجَةِ, قَالَ: (أَيْ هَذِهِ أَذَاتُ بَعْلٍ أَنْتِ), قُلْتُ : (نَعَمْ), قَالَ: (فَكَيْفَ أَنْتِ لَهُ), قَالَتْ: (مَا آلُوْهُ إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ), قال: (فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ, فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
"Saya mendatangi Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- untuk suatu keperluan. Beliau bertanya: "siapakah ini? Apakah sudah bersuami?."sudah!", jawabku. "Bagaimana hubungan engkau dengannya?", tanya Rasulullah. "Saya selalu mentaatinya sebatas kemampuanku". Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda, "Perhatikanlah selalu bagaimana hubunganmu denganya, sebab suamimu adalah surgamu, dan nerakamu".[HR. An-Nasa'iy dalam Al-Kubro (8963), Ahmad dalam Al-Musnad (4/341/no. 19025), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (2612), dan Adab Az-Zifaf (hal. 213)]

Dari hadits ini, kita telah mengetahui betapa besar dan agungnya hak-hak suami yang wajib dipenuhi seorang istri sampai Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pernah bersabda,


لَوْ كُنْتُ آمُرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Sekiranya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada lainnya, niscaya akan kuperintahkan seorang istri sujud kepada suaminya" . [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (1159), dan lainnya. Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Al-Irwa' (1998)]

Jika seorang istri tidak memenuhi hak-hak tersebut atau durhaka kepada suami, maka ia mendapatkan ancaman dari Allah -Ta’ala- lewat lisan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-,

اِثْنَانِ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمَا رُؤُوْسَهُمَا : عَبْدٌ أَبَقَ مِنْ مَوَالِيْهِ حَتَّى يَرْجِعَ , وَامْرَأَةٌ عَصَتْ زَوْجَهَا حَتَّى تَرْجِعَ
"Ada dua orang yang sholatnya tidak melampaui kepalanya: budak yang lari dari majikannya sampai ia kembali, dan wanita yang durhaka kepada suaminya sampai ia mau rujuk (taubat)".[HR. Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (478), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (7330)]

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُجَاوِزُ صَلاَتُهُمْ آذَانَهُمْ : الْعَبْدُ اْلآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ , وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ , وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ
"Ada tiga orang yang sholatnya tidak melampaui telinganya: Hamba yang lari sampai ia mau kembali, wanita yang bermalam, sedang suaminya marah kepadanya, dan seorang pemimpin kaum, sedang mereka benci kepadanya".[HR. At-Tirmidziy (360). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (1122)]

Ini merupakan ancaman yang amat keras bagi para wanita durhaka, karena kedurhakaannya menjadi sebab tertolaknya amal sholatnya di sisi Allah. Dia sholat hanya sekedar melaksanakan kewajiban di hadapan Allah. Adapun pahalanya, maka ia tak akan mendapatkannya, selain lelah dan capek saja. Wal’iyadzu billahmin dzalik.


Al-Imam As-Suyuthiy-rahimahullah- berkata dalam Quuth Al-Mughtadziy saat menjelaskan kandungan dua hadits di atas, "Maksudnya, sholatnya tak terangkat ke langit sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas di sisi Ibnu Majah, "Sholat mereka tak akan terangkat sejengkal di atas kepala mereka".


Ini merupakan perumpamaan tentang tidak diterimanya amal sholatnya sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas di sisi Ath-Thobroniy, "Allah tak akan menerima sholat mereka" sampai ia rujuk (kembali)…"

[Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (2/291)]


Diantara bentuk kedurhakaan seorang istri kepada suaminya, enggannya seorang istri untuk memenuhi hajat biologis suaminya. Keengganan seorang istri dalam melayani suaminya, lalu suami murka dan jengkel merupakan sebab para malaikat melaknat istri yang durhaka seperti ini. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

إِذَا دَعَا الَّرُجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Jika seorang suami mengajak istrinya (berjimak) ke tempat tidur, lalu sang istri enggan, dan suami bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka para malaikat akan melaknat sang istri sampai pagi".
[HR. Al-Bukhoriy Kitab Bad'il Kholq (3237), dan Muslim dalam Kitab An-Nikah (1436)]

Seorang suami saat ia butuh pelayanan biologis (jimak) dari istrinya, maka seorang istri tak boleh menolak hajat suaminya, bahkan ia harus berusaha sebisa mungkin memenuhi hajatnya, walaupun ia capek atau sibuk dengan suatu urusan.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ تُؤَدِّي الْمَرْأَةُ حَقَّ رَبِّهَا حَتَّى تُؤَدِّيَ حَقَّ زَوْجِهَا, وَلَوْ سَأَلَهَا نَفْسَهَا وَهِيَ عَلَى قَتَبٍ لَمْ تَمْنَعْهُ
"Demi (Allah) Yang jiwa Muhammad ada di Tangan-Nya, seorang istri tak akan memenuhi hak Robb-nya sampai ia mau memenuhi hak suaminya. Walaupun suaminya meminta dirinya (untuk berjimak), sedang ia berada dalam sekedup, maka ia (istri) tak boleh menghalanginya". [HR. Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah (1853). Hadits ini dikuatkan oleh Al-Albaniy dalam Adab Az-Zifaf (hal. 211)]

perhatikan hadits ini, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memberikan bimbingan kepada para wanita yang bersuami agar memperhatikan suaminya saat-saat ia dibutuhkan oleh suaminya. Sebab kebanyakan problema rumah tangga timbul dan berawal dari masalah kurangnya perhatian istri atau suami kepada kebutuhan biologis pasangannya, sehingga "solusinya" (baca: akibatnya) munculllah kemarahan, dan ketidakharmonisan rumah tangga.


Syaikh Al-Albaniy-rahimahullah- berkata dalam Adab Az-Zifaf (hal. 210),

"Jika wajib bagi seorang istri untuk mentaati suaminya dalam hal pemenuhan biologis (jimak), maka tentunya lebih wajib lagi baginya untuk mentaati suami dalam perkara yang lebih penting dari itu, seperti mendidik anak, memperbaiki (mengurusi) rumah tangga, dan sejenisnya diantara hak dan kewajibannya".


Seorang wanita yang durhaka kepada suaminya, akan selalu dibenci oleh suaminya, bahkan ia akan dibenci oleh istri suaminya dari kalangan bidadari di surga. Istri bidadari ini akan marah. Saking marahnya, ia mendoakan kejelekan bagi wanita yang durhaka kepada suaminya..


Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

لاَ تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ : لاَ تُؤْذِيْهِ , قَاتَلَكِ اللهُ , فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيْلٌ يُوْشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, melainkan istrinya dari kalangan bidadari akan berkata, "Janganlah engkau menyakitinya. Semoga Allah memusuhimu. Dia (sang suami) hanyalah tamu di sisimu; hampir saja ia akan meninggalkanmu menuju kepada kami". [HR. At-Tirmidziy Kitab Ar-Rodho' (1174), dan Ibnu M"ajah dalam Kitab An-Nikah (2014). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Adab Az-Zifaf (hal. 212)]

Cukuplah beberapa hadits yang kami bacakan dan nukilkan kepada Anda tentang bahayanya seorang wanita melakukan kedurhakaan kepada suaminya, yakni tak mau taat kepada suami dalam perkara-perkara yang ma’ruf (boleh) menurut syari’at.


Semoga wanita-wanita yang durhaka kepada suaminya mau kembali berbakti, dan bertaubat sebelum ajal menjemput. Pada hari itulah penyesalan tak lagi bermanfaat baginya.

Hukum facebook

HALAL HARAM  FACEBOOK
Facebook adalah suatu situs di internet yang memberikan layanan pertemanan, atau sering disebut sebagai jejaring sosial. Siapa pun bisa menjadi anggota atau menggunakan layanan facebook ini, tanpa dipungut biaya. Dengan facebook, seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain yang telah menjalin pertemanan di facebook, bahkan dengan berbagai cara sekaligus. Bisa melalui kotak pesan seperti e-mail, obrolan dua arah (chatting), informasi status terkini, komentar status, percakapan wall to wall, dan lain-lain.
Bahkan facebook memungkinkan seseorang untuk menuliskan catatan pribadi, artikel maupun tulisan-tulisan lain yang dapat diakses oleh banyak temannya di facebook, termasuk bertukar gambar, photo, cuplikan video, lagu maupun rekaman suara. Facebook juga memberi layanan untuk bergabung dengan berbagai macam group sesuai minat penggunanya, berbagai macam kuis dan permainan serta memilih tokoh idola. Singkat kata, facebook dapat dikatakan sebagai salah satu situs yang menyediakan layanan terlengkap sepanjang sejarah perkembangan dunia maya.
Lalu, bagaimana hukum Islam memandang facebook? Facebook merupakan salah satu produk keberhasilan teknologi canggih di zaman modern ini, di samping banyak lagi yang lain seperti telepon seluler 3G dengan fasilitas video call (panggilan telepon yang dapat menampilkan gambar dua orang yang saling bertelepon), radio/ televisi internet yang mampu menyiarkan secara langsung berbagai acara atau kegiatan ke seluruh penjuru dunia. Facebook, termasuk dalam persoalan muamalah duniawiyah. Oleh karena itu, berlaku kaidah fikih sebagai berikut:
الأَصْلُ فِى المُعَامَلةِ الإبَاحَةُ فَلاَ يُحْظَرُ مِنهَا إِلاَّ مَا حَرَّمَهُ اللهُ (القواعد النورانية الفقهية، تأليف ابن تيمية)
Artinya: “Hukum asal dalam permasalahan muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali yang diharamkan oleh Allah.” [al-Qawaid al-Nuraniyyah al-Fiqhiyyah, Ibnu Taimiyah]
الأَصْلُ فِي اْلأَشْيَاءِ اْلإِبَاحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيلُ عَلَى عَدَمِ اْلإِبَاحَةِ.   إرْشَادُ الفُحُوْلِ، الشَّوْكَانِى،
Artinya: “Hukum asal segala sesuatu adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang menunjukkan ketidakbolehannya.” [Irsyadul-Fuhul, Imam asy-Syaukani, 284)
الأمُوْرُ بمَقاصِدِهَا   [الأشبَاهُ وَ الَنظاِئرُ، تألِيْفُ ابْنُ نُجَيْم، 39]
Artinya: “Segala perkara tergantung niatnya.” [al-Asybah wa an-Nazhair, Ibnu Nujaim, hal. 39)
الوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ اْلمَقَاصِِدِ فَمَا لاَ يَتِمُّ اْلوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فهُوَ وَاجبٌ، وَمَا لاَ يَتِمُّ اْلمَسْنُوْنُِ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ مَسْنُوْنٌ، وَطُرُقُ اْلحَرَامِ وَاْلمَكْرُوْهَاتِ تَابِعَةٌ لَهَا، وَوَسِيلَةُ اْلمُبَاحِ مُبَاحٌ.  رسَالة في أصُوْلِ الفِقهِ تألِيُفُ عبْدُ الرَحْمنِ بن ناصر السَعْدي
Artinya: “Hukum alat tergantung dengan hukum niat, sesuatu yang menjadi wasilah untuk melakukan perbuatan wajib, hukumnya juga wajib, sesuatu yang menjadi wasilah untuk melakukan perbuatan sunnah, hukumnya juga sunnah, jalan menuju ke haram dan makruh mengikuti hukum asal perbuatannya, jalan menuju hal yang mubah hukumnya juga mubah.” [Risalatu fi Ushuli al-Fiqhi, Abd ar-Rahman ibn Nashir as-Sa'diy]
Dalam menghukumi facebook, harus dibedakan antara dua hal. Pertama, hukum facebook itu sendiri, dan kedua, perbuatan yang dilakukan melalui facebook.
Yang pertama, facebook tidaklah lebih dari sebuah benda, alat atau objek. Sebagai benda, ia tak ada bedanya dengan alat-alat lain seperti komputer, pisau, pena, handphone, motor, dan lain sebagainya. Ia bisa digunakan untuk kepentingan apa saja. Pisau contohnya, ia bisa digunakan sebagai peralatan memasak, menyembelih hewan kurban, tetapi bisa juga digunakan sebagai alat tindak kejahatan membunuh. Hukum pisau sebagai sebuah benda adalah mubah. Hukum pisau akan berubah sesuai dengan fungsi atau perbuatan yang menungganginya. Ia bisa menjadi wajib, jika digunakan sebagai alat untuk mengerjakan yang wajib, bisa sunnah jika digunakan mendukung pekerjaan sunnah, bahkan bisa menjadi haram jika digunakan untuk sesuatu yang haram.
Berangkat dari kaidah-kaidah di atas, maka hukum facebook tergantung pada niat penggunaan facebook itu sendiri. Jika digunakan untuk kepentingan menjalin silaturahmi, menebarkan kebaikan, berdakwah melalui internet, maka facebook menjadi wasilah yang diperbolehkan (mubah) atau bahkan dianjurkan (mustahab) karena baiknya perbuatan-perbuatan itu. Tentang baiknya perbuatan menjalin silaturahmi ada banyak keterangan dari hadis Nabi saw yang menyebutkan keutamaannya. Di antaranya adalah:
عَنِ الزُّهْرِيِّ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعُ رَحِمٍ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari az-Zuhri bahwasanya Muhammad bin Jubair bin Muth'im telah mengabarkannya bahwasanya ayahnya telah mengabarkannya bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: Tidaklah masuk surga orang yang memutus tali silaturahmi.” [HR. Muslim]
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ أَوْ يُنْسَأَ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ. [رواه مسلم]
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahmi.” [HR. Muslim]
Hukum menggunakan facebook untuk kepentingan-kepentingan seperti tersebut di atas termasuk ke dalam kategori firman Allah:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ. [سورة المائدة، 5: 2]
Artinya: “dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” [QS. al-Maidah (5): 2]
Sebaliknya, jika digunakan untuk menyebarkan perbuatan pelanggaran seperti permusuhan, menyebar isu (gosip), fitnah, keburukan, kemaksiatan, kemunkaran maka jelas menggunakan facebook diharamkan. Hukum faceebook untuk kepentingan ini dapat dimasukkan ke dalam kategori firman Allah:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Hujurat (49): 12]
Dan ayat:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آَمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآَخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ. [سورة النور، 24: 19]
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar perbuatan yang sangat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” [QS. An-Nur (24): 19]
Dan ayat:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ. [سورة لقمان، 31: 6]
Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang dihinakan.” [QS. Luqman (31): 6]

Dari dahulu sampai sekarang, para dai terbiasa menyampaikan pesan-pesan moral dan keagamaan melalui metode ceramah, khutbah dan menulis. Sekarang, metode ini harus dikuatkan dengan memanfaatkan media-media semisal televisi, koran dan kemajuan teknologi dalam berkomunikasi seperti handphone dan facebook atau pun fasilitas-fasilitas lain yang dapat diakses melalui internet. Oleh karena itu, untuk kepentingan dakwah, hukum menggunakan facebook menjadi sunnah. Mengharamkan facebook semata-mata karena ia adalah sebuah fasilitas yang bisa disalahgunakan, adalah bukan tindakan yang tepat dan bijak. Sebab, facebook juga dapat dijadikan sebagai alat untuk menyebarkan dakwah Islam. Para ulama sering menyebutkan kaidah:
المُبَالَغَةُ فِى سَدِّ الذَّرَائِعِ كَالمُبَالَغَةِ فِى فَتْحِهَا. [فقه الغناء و الموسيقى, تأليف يُوْسُف القرْضَاوِى، 73]
Artinya: “Mudarat yang ditimbulkan dalam sikap berlebih-lebihan melarang sesuatu yang menjerumuskan ke dalam keburukan, sama besarnya dengan mudarat yang ditimbulkan oleh berlebih-lebihan dalam membuka jalan tersebut.” [Fiqhul Ghina wal Musiq, Yusuf al-Qaradawiy, hal 73]
Kesimpulan
Hukum facebook tergantung pada penggunaannya. Oleh karena itu, umat Islam serta masyarakat pada umumnya yang menggunakan fasilitas facebook dihimbau agar memanfaatkan situs ini untuk kepentingan menggali informasi, menjalin dan menguatkan silaturahmi antar sesama dan atau umat Isam, serta menyebarkan dakwah Islam. Di samping itu, perlu juga diperhatikan agar facebook dimanfaatkan secara efektif dan efisien agar tidak menjerumuskan pada perbuatan yang berlebih-lebihan lagi sia-sia yang dapat melalaikan penggunanya dari kewajiban-kewajibannya, baik kewajiban kepada Allah maupun kewajiban kepada sesama manusia seperti shalat, bekerja, sekolah, dan lain sebagainya.
Wallahu a’lam bish-shawab. *am-mr)
Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah

E-mail: tarjih_ppmuh@yahoo.com dan ppmuh_tarjih@yahoo.com http://tarjihmuhammadiyah.blogspot.com