Kriteria
Pemimpin Ideal
Agus Tri Sundani
Agus Tri Sundani
وَجَعَلْنَاهُمْ
أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ
الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
“Kami
telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin – pemimpin yang memberi petunjuk
dengan perintah Kami dan telah kami wahyukan kepada mereka mengerjakan
kebajikan, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka
menyembah” (Qs. Al-Anbiya` 73)
Tiap-tiap orang dalam kehidupan ini
mempunyai fungsi kepemimpinan,dan pemimpin di lingkungan masing-masing
sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur‘an Surat Al-Anbiya‘ ayat 73 yang
bacakan pada mukaddimah tadi. Bahkan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim Rasulullah mempertegas lagi bahwa semua manusia adalah
pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban dengan apa yang dipimpinnya.
Saudara sekalian, mengingat besarnya tanggung jawab menjadi pemimpin, maka
syarat dan sifat serta akhlak menjadi pemimpin haruslah dimiliki dan
dikembangkan.
Suatu hari ketika Abu Bakar Shiddiq usai dilantik menjadi
Khalifah, beliau menyampaikan pidato kenegaraan sebagai berikut:
“Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah
dilantik (menjadi Khalifah)bukanlah saya lebih baik dari kalian. Jika saya
berbuat baik, bantulah, dan kalau saya berbuat buruk, luruskanlah. Jujur itu
adalah satu amanah; bohong adalah satu perbuatan khianat. Orang-orang yang
lemah di antara kamu kuat pada sisi saya karena saya akan melindungi
hak-haknya. Orang yang kuat di antara kamu lemah pada sisi saya sampai saya
mengambil hak-hak dari padanya. Janganlah kamu meninggalkan perjuangan, karena
akibat sikap yang demikian akan ditimpakan Allah kehinaan di atas pundak kamu.
Patuhlah kepada saya selama saya patuh pada Allah dan Rasul- Nya; jika saya
durhaka pada Allah dan Rasul-Nya, maka tidaklah wajib bagi kamu mentaati saya.
Berlaku adillah terhadap orang yang berhubungan (bergaul) dengan kamu, semoga
Allah SWT mengasihi kamu.”
Demikian saudara pidato singkat Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA. Dan dari
pidato kenegaraan Abu Bakar Shiddiq ini paling tidak ada 7 macam sifat dan
akhlak serta kriteria kepemimpinan yang patut kita teladani, terlebih dalam
Pemilu mendatang.
Hadirin Saudaraku yang mulia, Kriteria pemimpin yang ideal itu yang
Pertama adalah rendah hati (tawadhu). Sikap Tawadhu atau rendah
hati merupakan sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin, karena dengan sikap
tawadhu’ ini ia akan terhindar dari sikap Congkak, Sombong dan Angkuh serta
meremehkan orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Abu Bakar Shiddiq, bahwa
pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda daripada rakyat biasa.
Bukan karena ia orang istimewa, tapi hanya sekedar orang yang didahulukan
selangkah, yang mendapat kepercayaan dan sokongan orang banyak. Di atas
pundaknya terpikul satu tanggung jawab yang besar dan berat, baik terhadap umat
dan masyarakat pada umumnya, lebih-lebih lagi terhadap Allah SWT.
Kedua adalah terbuka menerima koreksi. Setiap pemimpin memerlukan
dukungan dan partisipasi rakyat banyak. Bagaimanapun kemampuannya, ia tak akan
bisa melaksanakan tugas-tugasnya tanpa partisipasi orang banyak. Sebab jika
orang banyak bersikap apatis, tidak mau tahu dan masa bodo terhadap segala
anjuran dan tindakannya, maka hal yang demikian merupakan tantangan yang berat.
Oleh karena itulah , seorang pemimpin harus terbuka menerima kritik, tentu saja
kritik yang sehat, membangun dan konstruktif. Jangan hendaknya orang yang
berani melontarkan kritik itu dianggap sebagai lawan yang harus dibungkam,
justru sebaliknya orang yang berani mengkritik, menunjukkan kesalahan dan
kekurangan pemimpin, itulah sebenarnya yang disebut partisipasi sejati.
Ketiga,
Amanah dan Jujur. Sikap Amanah, yaitu dapat dipercaya dan memelihara
kepercayaan orang banyak (rakyat) adalah salah satu sifat kepemimpinan Islam
yang sangat penting. Agama Islam mewajibkan kepada setiap Muslim dan Muslimah
untuk memelihara amanah, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur‘an Surat
An-Nisa‘ ayat 58 berikut:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ
إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ
إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.”
Saudara sekalian pernah suatu hari penduduk pegunungan datang dan bertanya
kepada Rasulullah SAW: Ya Rasulullah, apakah ajaran Islam yang paling enteng dan
apa yang paling berat? Nabi menjawab: “Ajaran Islam yang paling mudah adalah
mengucapkan Kalimat syahadat; dan yang paling berat adalah memelihara Amanah.
Tidak diterima (pengakuan) keagamaan orang yang tidak ada amanah, juga tidak
diterima shalat dan zakatnya.” (HR Al-Bazar).
Pada garis besarnya, ruang lingkup pemeliharaan Amanah itu terbagi tiga;
(1) amanah terhadap Allah; (2) amanah terhadap sesama mahkluk; dan (3) amanah
terhadap diri sendiri.
Memelihara amanah itu merupakan urat nadi antar hubungan. Menurut
Jamaluddin Al Afghani : “apabila amanah itu rusak, maka terurailah segala
ikatan hubungan, putuslah tali-temali tujuan yang baik. Tatanan susunan
kehidupan akan berantakan dan pembinaan masyarakat akan mengalami kehancuran.”
Penyelewengan terhadap suatu amanah bukan saja merugikan orang terkena
penyelewengan tersebut, tetapi juga mempunyai akibat mata rantai yang buruk di
dalam masyarakat.
Selain itu, pengertian amanah itu termasuk juga menyerahkan sesuatu urusan
atau tanggung jawab kepada orang yang mampu yang memenuhi syarat-syarat.
Sebagaimana dinyatakan Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari: “Apabila
amanah disia-siakan, maka akan timbulah kehancuran.” Para sahabat bertanya:
Apakah yang dimaksud menyia-nyiakan amanah itu ya Rasulullah? Nabi menjawab:
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.”
Seperti kenyataan yang kita lihat di Negara kita ini, Reformasi yang kita
harapkan akan membawa perubahan dan perbaikan ternyata tidak bisa berjalan
dengan baik, kenapa , sebab tidak diserahkan kepada ahlinya. Pemegang amanah tidak tahu
persis arah perjuangan reformasi.
Saudaraku
sekalian, selain dari sikap amanah, seorang pemimpin juga harus mempunyai sikap
jujur (shiddiq), karena kejujuran itulah akan dapat membawa perbaikan. Dan
sifat jujur ini menurut Imam Ghazali ada 6 macam, yaitu: (1)
Jujur(lurus) dalam perkataan, (2) lurus kemauan, (3) lurus niat, (4) lurus
memenuhi tekad,(5) lurus dalam perbuatan,(6) lurus dalam menegakkan kebenaran
dan menjalankan agama.
Kriteria yang Keempat
adalah berlaku Adil. yang dimaksud adil adalah menimbang dan memperlakukan
sesuatu dengan cara yang sama dan serupa, tidak pincang, tidak berat sebelah
dan tidak pilih kasih. Dan lawan dari adil adalah Zalim.
Islam meletakkan soal menegakkan keadilan dan menjauhi
kezaliman itu sebagai satu sikap hidup yang esensial. Dan dalam Al-Qur‘an
secara umum Allah memerintahkan untuk bersikap adil dan berbuat ihsan seperti
Firman Nya :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
“Allah memerintahkan kepada kamu menegakkan keadilan dan berbuat
baik (ihsan)” (Qs. An-Nahl 90).
Dan terhadap perbuatan Zalim Allah juga menegaskan :
لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“...Janganlah kamu berbuat zalim dan jangan pula mau dizalimi”
(Al-Baqarah 279).
Saudara sekalian, keadilan itu haruslah diterapkan dalam segala bidang
kehidupan tanpa memandang orangnya. Bahkan harus berlaku adil terhadap diri
sendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Shiddiq, bahwa orang yang lemah
harus dibela dan dilindungi ; dan orang yang kuat tidak boleh berlaku kejam dan
sewenang-wenang.
Kriteria yang kelima adalah Konsisten Dalam Perjuangan. Seorang
pemimpin haruslah bersikap konsisten dalam perjuangan, yaitu terus menerus dan
kontinyu dalam berjuang, tidak pasang surut; pada satu waktu semangat tak
kunjung padam dan tidak kenal menyerah, tapi pada waktu yang lain “melempem”
dan mudah dijinakkan.
Saudara sekalian, dalam suatu perjuangan menegakkan cita-cita dan kebenaran
pasti akan bertemu dengan halangan dan tantangan. Halangan harus diatasi,
jangan hanya dielakkan, lebih-lebih lagi mundur dan kemudian meninggalkan medan
juang, hilang tak tentu rimbanya. Oleh karena itulah dalam pidato kenegaraan
Abu Bakar Shiddiq menegaskan, bahwa orang yang meninggalkan medan juang,
apalagi kalau sampai mengkhianati perjuangan, maka ia akan ditimpa kehinaan
seumur hidupnya.
Kriteria yang keenam adalah Dipatuhi dan Demokratis. Seorang
pemimpin haruslah mengabdikan dirinya kepada mission yang dipercayakan di atas
pundaknya. Ia harus mempunyai wibawa terhadap umat yang dipimpinnya, dan
dipatuhi. Jangan ketika berhadap-hadapan muka, pengikutnya mengangguk-anggukkan
kepala dan mengatakan “Yes,” tetapi bila dibalik belakangnya ia mengatakan
“No.”
Selain dari pada itu, seorang pemimpin haruslah sedia dan siap untuk mundur
apabila ia melakukan penyelewengan, jangan malah terus-menerus mempertahankan
kedudukan. Ia harus bersikap seperti Imam Shalat yang kentut (batal wudhunya),
ia harus meninggalkan tempatnya, untuk digantikan oleh imam baru yang masih suci
dan bersih.
Kriteria yang ketujuh adalah Berbakti Kepada Allah. Kepemimpinan itu
bersifat manusiawi; mempunyai kekurangan-kekurangan di samping
kelebihan-kelebihan. Yang menentukan pada tingkat terakhir adalah petunjuk
Ilahi dan garis-garis yang sudah ditetapkan-Nya.
Oleh sebab itu seorang pemimpin mutlak harus senantiasa menghubungkan diri
kepada Allah SWT, berbakti kepada-Nya, melaksanakan sesuatu yang diridhai-Nya
dan menjauhi segala hal yang dimurkai-Nya.
Buah dari sikap berbakti kepada Allah SWT akan menempa setiap orang
-lebih-lebih lagi seorang pemimpin agar mempunyai sikap keseimbangan dan teguh
pendirian (istiqamah) dalam segala situasi dan kondisi,
yaitu :• Ridha menerima apa yang dapat dicapai; • Syukur apabila menang
atau mencapai hasil; • Sabar menghadapi dan mengatasi tantangan demi tantangan.
Demikian saudaraku sekalian 7 macam sifat dan kriteria kepemimpinan dalam
Islam yang merupakan pesan dan kesan yang dipetik dari pidato kenegaraan
Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA. Semoga dapat menjadi inspirasi dan pedoman kita
dalam MEMILIH PEMIMPIN DISEMUA LINI.
marilah kita memohon kepada Allah SWT agar di negeri yang kita cintai ini
dibangkitkan seorang pemimpin yang mampu membawa perbaikan ke arah yang lebih
baik dan diridhai-Nya. Yakni seorang Pemimpin yang mempunyai sikap: Rendah
hati(tawadhu’), Terbuka Menerima Koreksi, Amanah dan Jujur, Berlaku Adil,
Konsisten Dalam Perjuangan, Dipatuhi dan Demokratis, dan Berbakti Kepada Allah
SWT.
Dan semoga kita semua dapat dibukakan hatinya sehingga kita dapat membedakan
mana pemimpin yang betul-betul cinta pada bangsa dan negara serta
memperjuangkan cita-cita Reformasi, dan mana pemimpin yang haus kekuasaan
dengan jargon-jargon membuat perubahan dan membela rakyat kecil padahal ia
hanya ingin meraih kekuasaan.?
Indeks
Majalah Tabligh Onlinen Copyright @
Tidak ada komentar:
Posting Komentar