Kamis, 31 Juli 2014

Pemimpin idial

Kriteria Pemimpin Ideal
Agus Tri Sundani

وَجَعَلْنَاهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَا إِلَيْهِمْ فِعْلَ الْخَيْرَاتِ وَإِقَامَ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءَ الزَّكَاةِ وَكَانُوا لَنَا عَابِدِينَ
“Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin – pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah kami wahyukan kepada mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan Shalat, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka menyembah” (Qs. Al-Anbiya` 73)
Tiap-tiap orang dalam kehidupan ini mempunyai fungsi kepemimpinan,dan pemimpin di lingkungan masing-masing sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur‘an Surat Al-Anbiya‘ ayat 73 yang bacakan pada mukaddimah tadi. Bahkan dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim Rasulullah mempertegas lagi bahwa semua manusia adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban dengan apa yang dipimpinnya.
Saudara sekalian, mengingat besarnya tanggung jawab menjadi pemimpin, maka syarat dan sifat serta akhlak menjadi pemimpin haruslah dimiliki dan dikembangkan.
Suatu hari ketika Abu Bakar Shiddiq usai dilantik menjadi Khalifah, beliau menyam­paikan pidato kenegaraan sebagai berikut:
“Wahai manusia! Sesungguhnya saya telah dilantik (menjadi Khalifah)bukanlah saya lebih baik dari kalian. Jika saya berbuat baik, bantulah, dan kalau saya berbuat buruk, luruskanlah. Jujur itu adalah satu amanah; bohong adalah satu perbuatan khianat. Orang-orang yang lemah di antara kamu kuat pada sisi saya karena saya akan melindungi hak-haknya. Orang yang kuat di antara kamu lemah pada sisi saya sampai saya mengambil hak-hak dari padanya. Janganlah kamu meninggalkan perjuangan, karena akibat sikap yang demikian akan ditimpakan Allah kehinaan di atas pundak kamu. Patuhlah kepada saya selama saya patuh pada Allah dan Rasul- Nya; jika saya durhaka pada Allah dan Rasul-Nya, maka tidaklah wajib bagi kamu mentaati saya. Berlaku adillah terhadap orang yang berhubungan (bergaul) dengan kamu, semoga Allah SWT mengasihi kamu.”
Demikian saudara pidato singkat Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA. Dan dari pidato kenegaraan Abu Bakar Shiddiq ini paling tidak ada 7 macam sifat dan akhlak serta kriteria kepemimpinan yang patut kita teladani, terlebih dalam Pemilu mendatang.
Hadirin Saudaraku yang mulia, Kriteria pemimpin yang ideal itu yang
Pertama adalah rendah hati (tawadhu). Sikap Tawadhu atau rendah hati merupakan sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin, karena dengan sikap tawadhu’ ini ia akan terhindar dari sikap Congkak, Sombong dan Angkuh serta meremehkan orang lain. Sebagaimana dinyatakan oleh Abu Bakar Shiddiq, bahwa pada hakikatnya kedudukan pemimpin itu tidak berbeda daripada rakyat biasa. Bukan karena ia orang istimewa, tapi hanya sekedar orang yang didahulukan selangkah, yang mendapat kepercayaan dan sokongan orang banyak. Di atas pundaknya terpikul satu tanggung jawab yang besar dan berat, baik terhadap umat dan masyarakat pada umumnya, lebih-lebih lagi terhadap Allah SWT.
Kedua adalah terbuka menerima koreksi. Setiap pemimpin memer­lu­kan dukungan dan partisipasi rakyat banyak. Bagaimanapun kemampuannya, ia tak akan bisa melaksanakan tugas-tugasnya tanpa partisipasi orang banyak. Sebab jika orang banyak bersikap apatis, tidak mau tahu dan masa bodo terhadap segala anjuran dan tindakannya, maka hal yang demikian merupakan tantangan yang berat. Oleh karena itulah , seorang pemimpin harus terbuka menerima kritik, tentu saja kritik yang sehat, membangun dan konstruktif. Jangan hendaknya orang yang berani melontarkan kritik itu dianggap sebagai lawan yang harus dibungkam, justru sebaliknya orang yang berani mengkritik, menunjukkan kesalahan dan kekurangan pemimpin, itulah sebenarnya yang disebut partisipasi sejati.
Ketiga, Amanah dan Jujur. Sikap Amanah, yaitu dapat dipercaya dan memelihara kepercayaan orang banyak (rakyat) adalah salah satu sifat kepemimpinan Islam yang sangat penting. Agama Islam mewajibkan kepada setiap Muslim dan Muslimah untuk memelihara amanah, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur‘an Surat An-Nisa‘ ayat 58 berikut:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyam­paikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Saudara sekalian pernah suatu hari penduduk pegunungan datang dan bertanya kepada Rasulullah SAW: Ya Rasulullah, apakah ajaran Islam yang paling enteng dan apa yang paling berat? Nabi menjawab: “Ajaran Islam yang paling mudah adalah mengucapkan Kalimat syahadat; dan yang paling berat adalah memelihara Amanah. Tidak diterima (pengakuan) keagamaan orang yang tidak ada amanah, juga tidak diterima shalat dan zakatnya.” (HR Al-Bazar).
Pada garis besarnya, ruang lingkup peme­liharaan Amanah itu terbagi tiga; (1) amanah terhadap Allah; (2) amanah terhadap sesama mahkluk; dan (3) amanah terhadap diri sendiri.
Memelihara amanah itu merupakan urat nadi antar hubungan. Menurut Jamaluddin Al Afghani : “apabila amanah itu rusak, maka terurailah segala ikatan hubungan, putuslah tali-temali tujuan yang baik. Tatanan susunan kehidupan akan berantakan dan pembinaan masyarakat akan mengalami kehancuran.”
Penyelewengan terhadap suatu amanah bukan saja merugikan orang terkena penye­lewengan tersebut, tetapi juga mempunyai akibat mata rantai yang buruk di dalam masyarakat.
Selain itu, pengertian amanah itu termasuk juga menyerahkan sesuatu urusan atau tanggung jawab kepada orang yang mampu yang memenuhi syarat-syarat. Sebagaimana dinya­takan Rasulullah dalam hadits riwayat Bukhari: “Apabila amanah disia-siakan, maka akan timbulah kehancuran.” Para sahabat bertanya: Apakah yang dimaksud menyia-nyiakan amanah itu ya Rasulullah? Nabi menjawab: “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya.”
Seperti kenyataan yang kita lihat di Negara kita ini, Reformasi yang kita harapkan akan membawa perubahan dan perbaikan ternyata tidak bisa berjalan dengan baik, kenapa , sebab tidak diserahkan kepada ahlinya. Pemegang amanah tidak tahu persis arah perjuangan reformasi.
Saudaraku sekalian, selain dari sikap amanah, seorang pemimpin juga harus mempunyai sikap jujur (shiddiq), karena kejujuran itulah akan dapat membawa perbaikan. Dan sifat jujur ini menurut Imam Ghazali ada 6 macam, yaitu: (1) Jujur(lurus) dalam perkataan, (2) lurus kemauan, (3) lurus niat, (4) lurus memenuhi tekad,(5) lurus dalam perbuatan,(6) lurus dalam menegakkan kebenaran dan menjalankan agama.
Kriteria yang Keempat adalah berlaku Adil. yang dimaksud adil adalah menimbang dan memper­laku­kan sesuatu dengan cara yang sama dan serupa, tidak pincang, tidak berat sebelah dan tidak pilih kasih. Dan lawan dari adil adalah Zalim.
Islam meletakkan soal menegakkan keadilan dan menjauhi kezaliman itu sebagai satu sikap hidup yang esensial. Dan dalam Al-Qur‘an secara umum Allah memerintahkan untuk bersikap adil dan berbuat ihsan seperti Firman Nya :
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ
“Allah memerintahkan kepada kamu menegakkan keadilan dan berbuat baik (ihsan)” (Qs. An-Nahl 90).

Dan terhadap perbuatan Zalim Allah juga menegaskan :
لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“...Janganlah kamu berbuat zalim dan jangan pula mau dizalimi” (Al-Baqarah 279).
Saudara sekalian, keadilan itu haruslah diterapkan dalam segala bidang kehidupan tanpa memandang orangnya. Bahkan harus berlaku adil terhadap diri sendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh Abu Bakar Shiddiq, bahwa orang yang lemah harus dibela dan dilindungi ; dan orang yang kuat tidak boleh berlaku kejam dan sewenang-wenang.
Kriteria yang kelima adalah Konsisten Dalam Perjuangan. Seorang pemimpin haruslah bersikap konsisten dalam perjuangan, yaitu terus menerus dan kontinyu dalam berjuang, tidak pasang surut; pada satu waktu semangat tak kunjung padam dan tidak kenal menyerah, tapi pada waktu yang lain “melempem” dan mudah dijinakkan.
Saudara sekalian, dalam suatu perjuangan menegakkan cita-cita dan kebenaran pasti akan bertemu dengan halangan dan tantangan. Halangan harus diatasi, jangan hanya dielakkan, lebih-lebih lagi mundur dan kemudian meninggalkan medan juang, hilang tak tentu rimbanya. Oleh karena itulah dalam pidato kenegaraan Abu Bakar Shiddiq menegaskan, bahwa orang yang meninggalkan medan juang, apalagi kalau sampai mengkhianati perjuangan, maka ia akan ditimpa kehinaan seumur hidupnya.
Kriteria yang keenam adalah Dipatuhi dan Demokratis. Seorang pemimpin haruslah mengabdikan dirinya kepada mission yang dipercayakan di atas pundaknya. Ia harus mempunyai wibawa terhadap umat yang dipimpinnya, dan dipatuhi. Jangan ketika berhadap-hadapan muka, pengikutnya mengangguk-anggukkan kepala dan mengatakan “Yes,” tetapi bila dibalik belakangnya ia mengatakan “No.”
Selain dari pada itu, seorang pemimpin haruslah sedia dan siap untuk mundur apabila ia melakukan penyelewengan, jangan malah terus-menerus mempertahankan kedudukan. Ia harus bersikap seperti Imam Shalat yang kentut (batal wudhunya), ia harus meninggalkan tempatnya, untuk digantikan oleh imam baru yang masih suci dan bersih.
Kriteria yang ketujuh adalah Berbakti Kepada Allah. Kepemimpinan itu bersifat manusiawi; mempunyai kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihan. Yang menentukan pada tingkat terakhir adalah petunjuk Ilahi dan garis-garis yang sudah ditetapkan-Nya.
Oleh sebab itu seorang pemimpin mutlak harus senantiasa menghubungkan diri kepada Allah SWT, berbakti kepada-Nya, melaksana­kan sesuatu yang diridhai-Nya dan menjauhi segala hal yang dimurkai-Nya.
Buah dari sikap berbakti kepada Allah SWT akan menempa setiap orang -lebih-lebih lagi seorang pemimpin agar mempunyai sikap keseimbangan dan teguh pendirian (istiqamah) dalam segala situasi dan kondisi,
yaitu :• Ridha menerima apa yang dapat dicapai; • Syukur apabila menang atau mencapai hasil; • Sabar menghadapi dan mengatasi tantangan demi tantangan.
Demikian saudaraku sekalian 7 macam sifat dan kriteria kepemimpinan dalam Islam yang merupakan pesan dan kesan yang dipetik dari pidato kenegaraan Khalifah Abu Bakar Shiddiq RA. Semoga dapat menjadi inspirasi dan pedoman kita dalam MEMILIH PEMIMPIN DISEMUA LINI.
marilah kita memohon kepada Allah SWT agar di negeri yang kita cintai ini dibangkitkan seorang pemimpin yang mampu membawa perbaikan ke arah yang lebih baik dan diridhai-Nya. Yakni seorang Pemimpin yang mempunyai sikap: Rendah hati(tawadhu’), Terbuka Menerima Koreksi, Amanah dan Jujur, Berlaku Adil, Konsisten Dalam Perjuangan, Dipatuhi dan Demokratis, dan Berbakti Kepada Allah SWT.
Dan semoga kita semua dapat dibukakan hatinya sehingga kita dapat mem­bedakan mana pemimpin yang betul-betul cinta pada bangsa dan negara serta memperjuangkan cita-cita Reformasi, dan mana pemimpin yang haus kekuasaan dengan jargon-jargon membuat perubahan dan membela rakyat kecil padahal ia hanya ingin meraih kekuasaan.?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar