Anugerah Allah bagi manusia
Allah memiliki sifat-sifat yang mulia. Sifat-sifat Allah
tersebut dikenal dengan Asmaul Husna, salah satunya Al-Wahhab (Maha Pemberi
Anugerah).
Tanpa melihat status sosial, suku, tingkat materi, jenjang
pendidikan, agama, Allah tunjukkan sifat kasih dan sayangnya kepada semua
makhluk hidup di muka bumi.
Sang pemberi anugerah ini senantiasa melimpahkan nikmat-Nya
tak hanya bagi para ahli ibadah namun juga untuk ahli maksiat.
Berbicara perihal maksiat— semua manusia pada dasarnya
berpotensi untuk melakukan dosa. Sebab Allah telah mengaruniakannya hawa nafsu. Namun dengan adanya hawa nafsu itu, bukan berarti manusia
seenaknya berbuat dosa dengan harapan Allah pasti memberikan ampunan.
Sebaliknya, manusia dikaruniai hawa nafsu agar ia kian cerdas
mengontrol diri dari dorongan-dorongan jahat dengan mempertebal keimanan dan
ibadah pada Allah
Kendati banyak manusia yang berbuat dosa, karena sifat Rahman
dan Rahim-Nya, Allah tidak ‘membenci’ orang-orang yang mengotori dirinya dengan
dosa—jika mereka mau kembali, membersihkan diri, melakukan perbaikan, juga
berjanji setia dengan Allah bahwa takkan pernah mengulangi dosa yang senada.
Dalam Surah An-Nisaa ayat 27 dan 28, Allah Swt berfirman:
وَاللَّهُ
يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ
أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا [٤:٢٧]
“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang
mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari
kebenaran).
يُرِيدُ
اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ
وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا [٤:٢٨]
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah.”
Sa’ad bin Hilal pernah berkata, “Bila manusia (umat Muhammad
SAW) berbuat dosa, maka Allah tetap memberikan empat anugerah padanya, yaitu:
Pertama, ia tidak terhalang untuk mendapatkan rezeki.
Kedua, ia tidak terhalang untuk mendapatkan kesehatan badan.
Ketiga, Allah tidak akan memperlihatkan dosanya selama di dunia.
Keempat, Allah tidak serta-merta mengazabnya.
Keempat ‘anugerah’ ini semestinya betul-betul disadari oleh
kita—makhluk yang sering terperdaya untuk melakukan dosa, agar malu di hadapan
Allah. Malu karena memakan nikmat Allah, tapi shalat tak kunjung khusyuk. Malu
karena merasakan nikmat Allah tapi ibadah pas-pasan dan malu telah mendapatkan
fasilitas gratis dari Allah—penglihatan, pendengaran, hati, harta, jabatan,
pasangan hidup—tapi posisi di hadapan Allah belum jelas. Hamba-Nya kah? Atau
sekedar makhluk-Nya? Atau keduanya? Yang harus kita sadari bersama ialah bahwa
tugas kita sebagai khalifah di bumi hanyalah untuk beribadah.
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ [٥١:٥٦]
“Dan tiada kuciptakan jin dan manusia, selain untuk beribadah
kepadaKu.” (Qs Adz-Zariyat: 56).
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kita harus berlomba-lomba
mencari perhatian Allah, mencari posisi strategis
di hadapan Allah, mencari dan mengejar cinta-Nya—bukan mencari itu semua pada
selainNya yang berakhir kefanaan.
Diriwayatkan bahwa Nabi Adam AS telah berkata, “Allah
memberikan empat macam kemuliaan kepada umat Muhammad yang tidak Allah berikan
kepadaku, yaitu:
- Allah menerima taubatku di Makkah, sedangkan umat Muhammad diterima taubatnya dimana pun ia berada.
- Ketika aku melakukan dosa, Allah menghilangkan pakaianku seketika, sedangkan umat Muhammad tetap diberi pakaian meskipun durhaka pada Allah
- Ketika aku berbuat dosa, Allah pisahkan aku dengan istriku, sedangkan umat Muhammad ketika ia berbuat dosa—tidak dipisahkan oleh istrinya.
- Aku berbuat dosa di surga, lalu Allah mengusirku dari surga ke dunia, sedangkan umat Muhammad yang berbuat dosa di luar surga, lalu Allah memasukkan mereka ke surga bila mereka mau bertaubat.
Itulah empat keutamaan umat Nabi Muhammad SAW yang manusia
pertama saja tidak mendapatkannya. Marilah bersama perbaiki diri agar kita
layak mendapatkan nikmat Allah. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar