SELAMATAN
BERANGKAT HAJI
Mengenai kebiasaan
menengok orang yang mau naik haji, bahwa memang betul haji itu suatu kewajiban
bagi orang yang mampu sekali seumur hidup sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah surat Ali Imran ayat 96:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ
إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ [٣:٩٧]
Artinya: “… mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah; barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”
Apakah kalau mau naik haji itu harus
diberitahukan kepada orang lain seperti yang saudara tanyakan. Mengenai hal ini
ada tuntunan bahwa bagi orang yang akan berangkat haji disunahkan untuk minta
ijin atau berpamitan kepada orang-orang yang akan ditinggalkan. Banyak
hadits-hadits yang menerangkan hal ini, di antaranya hadits riwayat Ahmad
sebagi berikut:
عَنْ
مُوسَى بْنِ وَرْدَانَ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِرَجُلٍ تَعَالَ أُوَدِّعْكَ
كَمَا وَدَّعَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ كَمَا
وَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْدَعْتُكَ
اللَّهَ الَّذِي لَا يُضَيِّعُ وَدَائِعَهُ [رواه أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Musa
bin Wardan, ia berkata: Abu Hurairah mengatakan kepada seorang lelaki,
“Kemarilah, saya akan meninggalkan kamu sebagaimana Rasulullah saw meninggalkan
saya, atau sebagaimana Rasulullah meninggalkanku seraya mengatakan: “Saya
titipkan kamu kepada Allah yang tiada akan menyia-nyiakan titipan yang
dititipkan kepada-Nya.”
Tuntunan berpamitan di atas berarti
secara tidak langsung mengandung tuntunan untuk memberitahukan kepada orang
lain bahwa ia akan naik haji. Pemberitahuan di sini dilakukan bukan karena ria
atau ingin dipuji orang lain melainkan dalam rangka mohon doa restu.
Dalam pada itu sunah hukumnya bagi
keluarga dan teman sejawat untuk melepas orang yang akan haji dengan
mendoakannya. Menurut Salim, bahwa Ibnu Umar biasa mengatakan kepada orang yang
hendak bepergian sebagai berikut: “mendekatlah kepadaku supaya saya lepas
sebagaimana Rasulullah melepas kami”, lalu ia berdoa:
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ
دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ [رواية عن سالم]
Artinya: “Saya pertaruhkan kepada Allah
soal agamamu, amanatmu (keluarga dan orang yang ditinggalkannya) dan akhir
kesudahan amalmu.”
Oleh karena itu tradisi melepas orang
yang akan haji baik di kampung (termasuk dalam hal ini menengoknya) atau yang
dilakukan di kantor atau instansi (kalau dia pegawai) adalah sejalan dengan
sunah di atas, selama tidak berlebih-lebihan.
Apabila sewaktu menengok atau melepas
juga disertai dengan memberi sumbangan, apabila itu dilakukan dengan ikhlas,
maka hal ini pun tidak dilarang, karena haji itu memang membutuhkan bekal yang
cukup, baik untuk biaya di perjalanan atau untuk keluarga yang ditinggalkannya.
Akan tetapi hal ini biasanya sangat
tergantung kepada kondisi ekonomi dan kemauan orang yang mau naik haji. Apabila
dia mampu maka hendaknya orang yang rnau naik haji itu banyak bersadaqah untuk
menambah pahala amalnya, paling tidak dia harus membersihkan hartanya lebih
dahulu dari kewajiban agama seperti zakat, fidyah, nazar dan lain-lain, sebelum
dia berangkat ke tanah suci. Demikian halnya bahwa harta yang dipakai untuk
biaya naik haji atau bagi keluarga yang ditinggalkannya haruslah harta yang
baik dalam arti diperoleh secara halal, karena Allah itu zat yang baik dan
hanya bisa didekati dengan cara yang baik pula. Hadis riwayat Muslim, Ahmad dan
at-Turmuzi dari Abu Hurairah menyebutkan:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا [رواه مسلم وأحمد والترمذي]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Wahai para manusia sesungguhnya
Allah itu Maha Baik, Dia tidak akan menerima kecuali yang baik juga … .”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar