Rabu, 13 Agustus 2014

Selamatan berangkat haji

SELAMATAN BERANGKAT HAJI

Mengenai kebiasaan menengok orang yang mau naik haji, bahwa memang betul haji itu suatu kewajiban bagi orang yang mampu sekali seumur hidup sebagaimana disebutkan dalam firman Allah surat Ali Imran ayat 96:
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ [٣:٩٧]
Artinya: “… mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”

Apakah kalau mau naik haji itu harus diberitahukan kepada orang lain seperti yang saudara tanyakan. Mengenai hal ini ada tuntunan bahwa bagi orang yang akan berangkat haji disunahkan untuk minta ijin atau berpamitan kepada orang-orang yang akan ditinggalkan. Banyak hadits-hadits yang menerangkan hal ini, di antaranya hadits riwayat Ahmad sebagi berikut:
عَنْ مُوسَى بْنِ وَرْدَانَ قَالَ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِرَجُلٍ تَعَالَ أُوَدِّعْكَ كَمَا وَدَّعَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ كَمَا وَدَّعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَوْدَعْتُكَ اللَّهَ الَّذِي لَا يُضَيِّعُ وَدَائِعَهُ [رواه أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Musa bin Wardan, ia berkata: Abu Hurairah mengatakan kepada seorang lelaki, “Kemarilah, saya akan meninggalkan kamu sebagaimana Rasulullah saw meninggalkan saya, atau sebagaimana Rasulullah meninggalkanku seraya mengatakan: “Saya titipkan kamu kepada Allah yang tiada akan menyia-nyiakan titipan yang dititipkan kepada-Nya.”

Tuntunan berpamitan di atas berarti secara tidak langsung mengandung tuntunan untuk memberitahukan kepada orang lain bahwa ia akan naik haji. Pemberitahuan di sini dilakukan bukan karena ria atau ingin dipuji orang lain melainkan dalam rangka mohon doa restu.

Dalam pada itu sunah hukumnya bagi keluarga dan teman sejawat untuk melepas orang yang akan haji dengan mendoakannya. Menurut Salim, bahwa Ibnu Umar biasa mengatakan kepada orang yang hendak bepergian sebagai berikut: “mendekatlah kepadaku supaya saya lepas sebagaimana Rasulullah melepas kami”, lalu ia berdoa:
أَسْتَوْدِعُ اللَّهَ دِينَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ [رواية عن سالم]
Artinya: “Saya pertaruhkan kepada Allah soal agamamu, amanatmu (keluarga dan orang yang ditinggalkannya) dan akhir kesudahan amalmu.”

Oleh karena itu tradisi melepas orang yang akan haji baik di kampung (termasuk dalam hal ini menengoknya) atau yang dilakukan di kantor atau instansi (kalau dia pegawai) adalah sejalan dengan sunah di atas, selama tidak berlebih-lebihan.
Apabila sewaktu menengok atau melepas juga disertai dengan memberi sumbangan, apabila itu dilakukan dengan ikhlas, maka hal ini pun tidak dilarang, karena haji itu memang membutuhkan bekal yang cukup, baik untuk biaya di perjalanan atau untuk keluarga yang ditinggalkannya.
Akan tetapi hal ini biasanya sangat tergantung kepada kondisi ekonomi dan kemauan orang yang mau naik haji. Apabila dia mampu maka hendaknya orang yang rnau naik haji itu banyak bersadaqah untuk menambah pahala amalnya, paling tidak dia harus membersihkan hartanya lebih dahulu dari kewajiban agama seperti zakat, fidyah, nazar dan lain-lain, sebelum dia berangkat ke tanah suci. Demikian halnya bahwa harta yang dipakai untuk biaya naik haji atau bagi keluarga yang ditinggalkannya haruslah harta yang baik dalam arti diperoleh secara halal, karena Allah itu zat yang baik dan hanya bisa didekati dengan cara yang baik pula. Hadis riwayat Muslim, Ahmad dan at-Turmuzi dari Abu Hurairah menyebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا  [رواه مسلم وأحمد والترمذي]

Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulul­lah saw bersabda: Wahai para manusia sesungguhnya Allah itu Maha Baik, Dia tidak akan menerima kecuali yang baik juga … .”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar