Sabtu, 02 Agustus 2014

Makna keluarga sakinah

Keluarga Sakinah Mawaddah wa Rahmah

Istilah “keluarga sakinah mawaddah wa rahmah” sudah sangat populer di masyarakat. Coba perhatikan kartu undangan-undangan pernikahan dan walimah, hampir tidak pernah kosong dari kalimat tersebut. Demikian juga, ketika seseorang ditanya tentang harapan mereka untuk keluarganya, pasti jawabannya “merajut keluarga Sakinah mawaddah wa rahmah”. Pada­hal kalau ditanya apa makna kalimat tersebut, banyak dari mereka tidak mengerti. Mereka men­jawabnya hanya karena kalimat tersebut berarti bahagia, ten­teram, bagus dan terkesan Islami, tapi alangkah baiknya kalau kalimat tersebut diiringi dengan pemahaman dan keinginan yang tulus untuk mencapainya.
Begitu banyak orang yang merindukan sebuah rumah tangga yang indah, bahagia dan penuh pesona, tapi tidak sedikit kita saksikan di sekitar kita, beberapa rumah tangga yang hari demi harinya hanyalah perpindahan dari kegelisahan, kecemasan dan penderitaan. Bahkan tak jarang diakhiri dengan konflik dan perceraian. Na’udzubillah min dzalik.
Mengapa ini bisa terjadi? Ternyata merindu­kan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah itu harus disertai dengan kesungguhan yang didahului dengan pemahaman yang baik dan benar.
Keluarga yang Sakinah memang merupakan idaman setiap pasangan suami istri dan cita-cita dari setiap orang tua yang menikahkan putra-putrinya, namun perlu disadari bahwa keluarga Sakinah yang mudah diucap, tak mudah didapat. Dia perlu dibangun dan dibina secara bersama dan terus-menerus, tak hanya oleh pasangan suami istri, melainkan juga harus dibantu oleh orang tua dan keluarga kedua belah pihak.
Setelah ada pemahaman yang jelas tentang makna kata-kata tersebut, kita bisa mencoba menjalankan, menerapkan, dan menikmatinya. Tentu saja ini tidak bisa instan, butuh waktu. Tapi bagi mereka yang sudah memiliki pondasi pemahaman yang kuat pada saat melangkah ke jenjang pernikahan, tentu saja ini bisa menjadi lebih mudah untuk diterapkan.
Islam telah menyusun garis-garis yang jelas untuk membina rumah tangga dan menegakkan sendi-sendinya dengan pondasi yang kokoh dan kuat. Al-Qur’an telah menyatakan:
وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya adalah Dia telah menciptakan untuk mu pasanganmu dari dirimu, agar kamu tenteram kepadanya dan telah menjadikan kasih sayang di antara kamu” (Qs. Ar-Rum 21).
Apabila kita membangun rumah tangga dengan niat yang tulus mencapai ridha Allah, berarti kita telah berusaha untuk menguatkan pondasi rumah tangga kita. Untuk mencapai niat tersebut, perlu adanya kesamaan keimanan dan visi dalam berumah tangga. Untuk itu Islam menyarankan umatnya untuk mencari pasangan yang seiman, seakidah dan yang kuat agamanya.
Harta dan ketampanan bukanlah sebuah patokan, karena tanpa agama yang kuat, seorang laki-laki yang akan menjadi pemimpin di rumah tangga akan mudah goyah dan tidak mampu memberikan keseimbangan dalam rumah tangganya kelak. Apabila keseimbangan itu ada, tujuan rumah tangga sakinah mawaddah wa rahmah pun bisa dicapai. Insya Allah.
Rumah tangga adalah pusat ketenteraman batin dan ketenangan jiwa bagi pemiliknya, suami, istri dan anak-anaknya. Seorang istri harus bersikap sopan-santun terhadap suami dan ikhlas dalam menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Sehingga ketika suami sudah berlumur keringat, bersimbah peluh, bekerja dengan keras, ia akan selalu rindu untuk pulang ke rumah. Karena rumah tangganya adalah sumber ketenangan dan ketenteraman yang tidak akan diperoleh dalam hiruk-pikuknya kehidupan sehari-hari.
Demikian pula, seorang anak juga akan rindu untuk pulang ke rumah dengan segera, karena di sana dia akan mendapatkan ayah dan ibunya bagaikan air pelepas haus di kala dahaga. Bagi seorang istri, ia kan selalu merasa nyaman dan tenteram berada di antara suami, dan anak-anaknya. Sehingga semua anggota keluarga sepakat untuk menjadikan rumah sebagai pusat ketenteraman batin dan ketenangan jiwa. Sebagaimana firman Allah SWT:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ
“Dia (Allah) yang telah menciptakan kamu dari nafs (diri) yang satu, dan menjadikannya dari pasangan­nya agar dia tenteram kepadanya” (Qs. Al-A’raf 189).
Rumah tangga yang tenteram, muncul karena adanya rasa kasih sayang dalam diri masing-masing anggotanya terhadap satu sama lain. Perasaan kasih sayang itulah yang disebut dengan “Mawaddah” dan “Rahmah”. Perasaan ini akan muncul dengan sendirinya, apabila pondasi yang kuat terhadap sendi-sendi agama telah dipancangkan dari awal pernikahan. Seperti firman Allah: “...dan dijadikannya di antaramu rasa kasih dan sayang”
Inilah pondasi yang telah dibangun Allah untuk umat manusia di muka bumi ini. Namun, kenapa ada kenyataan lain yang kita lihat disekitar kita? Ada suami yang enggan pulang ke rumah hanya karena setiap kali ia memasuki rumah, yang dirasakannya adalah ketidak­nyamanan oleh sikap istri dan anak-anaknya. Bayangkan, akan pulang ke mana lagi seorang suami bila ia tidak mendapatkan ketenteraman di rumahnya sendiri?
Demikian pula, banyak anak yang kita lihat lebih suka keluyuran diluar rumah dan malas pulang ke rumah karena ia juga tidak merasakan ketenteraman. Bahkan, ada juga istri-istri yang lebih sibuk dengan aktivitasnya di luar rumah, sampai-sampai tugasnya sebagai ibu rumah tangga terbengkalai. Mengapa semua ini terjadi?
Jawabannya adalah kurang kuatnya pondasi agama yang dibangun sepasang suami-istri pada saat mereka menikah. Sehingga akibatnya pada saat mereka mengarungi bahtera rumah tangganya, mereka sering kali jauh dari mengingat Allah. Padahal, ketenteraman dan ketenangan jiwa itu hanya akan ditemui dengan satu jalan, “Alaa bi dzikrillahi tathmainnul quluub” (Ketahuilah, dengan mengingat Allah, jiwa akan tenang)

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d 28)
Dengan kata lain, rumah tangga yang dibangun tanpa mengingat Allah, tanpa mengenal Allah, dan tidak taat kepada Allah, maka sebanyak apapun harta yang ada, setinggi apapun kedudukan anggota keluarganya,setinggi apaun titel kesarjana annya, semelimpah apapun kekayaan mereka, sehebat apapun kekuasaannya, tidak akan bisa membeli ketenteraman jiwa.
Rumah tangga sakinah adalah rumah tangga yang berkah, yaitu rumah tangga yang tujuannya semata-mata adalah ridha Allah SWT. Hari-harinya diisi dengan kesungguhan untuk mendekatkan diri kepada Allah; harta yang dicarinya adalah harta di jalan Allah, rumahnya disukai oleh Allah karena penghuninya penuh kasih sayang, sehingga merasakan ketenteraman, dan ketenangan jiwa.

Jadi ungkapan “keluarga sakinah mawaddah wa rahmah” itu hendaknya bukan sekedar penghias kata-kata belaka, melainkan harus diupayakan untuk merealisasikannya dalam kehidupan kita. Semakin kita memahami maknanya, semakin terbuka jalan untuk mewujudkannya. Insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar