1.
Badal Haji adalah ibadah
haji yang dilaksanakan oleh seseorang atas nama orang lain yang telah memiliki
kewajiban untuk menunaikan ibadah haji. Namun orang tersebut berhalangan sehingga tidak
dapat melaksanakannya sendiri, maka pelaksanaan ibadah haji tersebut diserahkan
kepada orang lain.
2.
Badal haji ini menjadi
masalah mengingat ada beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa seseorang
hanya akan mendapat pahala dari hasil usahanya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam
beberapa surat al-Qur’an yaitu;
a. Surat an-Najm (53): 38- 39:
أَلاَ تَزِرُ وَازِرَةٌ
وِزْرَ أُخْرَى، وَأَنْ لَيْسَ لِلإِنْسَانِ إِلاَّ مَاسَعَى. [النجم، 53: 38-39]
Artinya: “(yaitu)
bahwasanya seorang
yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain,dan bahwasanya seorang
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” [QS an-Najm (53): 38-39]
b. Surat Yasin (36): 54:
فَاْليَوْمَ لاَ تُظْلَمُ
نَفْسٌ شَيْئًا وَلاَ تُجْزَوْنَ إِلاَّ مَاكُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ. [يس، 36: 54]
Artinya:“Maka pada hari itu seseorang tidak akan
dirugikan sedikitpun, dan kamu tidak dibalas kecuali dengan apa yang telah kamu
kerjakan.” [QS. Yasin
(36): 54]
Dan ada juga hadits Nabi saw yang menerangkan bahwa seorang anak dapat melaksanakan ibadah haji
untuk orang tuanya, atau seseorang dapat melaksanakan haji untuk saudaranya.
Hal ini ditegaskan dalam beberapa hadits, yaitu:
a. Hadits riwayat Muslim
sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِذَا مَاتَ اْلإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ
مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ. [رواه مسلم]
Artinya:“Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa
Rasulullah saw bersabda: Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah amal
perbuatannya kecuali tiga hal, (yaitu) shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat
dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” [HR. Muslim]
b. Hadits riwayat al-Bukhari dari
sahabat Ibnu Abbas sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ
أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ إِنَّ
أُخْتِي قَدْ نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ وَإِنَّهَا مَاتَتْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ قَالَ نَعَمْ قَالَ
فَاقْضِ اللهَ فَهُوَ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ. [رواه البخارى]
Atinya: “Diriwayatkan dari Ibnu
Abbas ra, ia berkata: Seseorang laki-laki mendatangi Nabi saw dan ia berkata: ‘Saudara
perempuan saya bernadzar untuk berhaji, lalu ia meninggal dunia.’ Kemudian Nabi
saw bersabda: ‘Bagaimana kalau saudara perempuanmu itu berhutang? Apakah engkau
melunasinya?’ Laki-laki itu berkata: ‘Ya.’ Nabi saw bersabda: ‘Lunasilah hutang kepada Allah, karena
hutang kepada Allah lebih berhak pelunasannya’.” [HR. al-Bukhari]
4. Di kalangan para ulama ada
perbedaan pendapat dalam memahami ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi saw
di atas. Ada sebagian yang berpendapat bahwa hadits-hadits (yang bersifat dhanni) tersebut bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an (yang bersifat qath’i). Oleh karena itu hadits-hadits tersebut tidak dapat diamalkan (ghair ma’mul bih). Menurut pendapat ini badal haji tidak boleh
dilakukan. Adapun sebagian
lagi berpendapat bahwa hadits ahad atau hadits mutawatir dapat mentakhsis
(mengkhususkan/mengecualikan) ayat-ayat al-Qur’an. Menurut pendapat ini, anak
atau orang lain dapat melaksanakan haji atas nama orang tua atau orang lain.
5. Oleh karena itu, bahwa hadits riwayat imam Muslim yang menyatakan:
“bahwa apabila manusia
meninggal dunia putuslah amalnya kecuali tiga hal, yaitu shadaqah jariyah, ilmu
yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya”, mentakhsis
atau bayan terhadap surat an-Najm (53): 38-39 dan surat
Yasin (36): 54. Dengan demikian, badal haji bagi seseorang yang telah memenuhi kewajiban haji
tetapi ia tidak dapat melaksanakannya karena udzur atau karena telah meninggal
dunia, dapat dilakukan oleh anaknya atau saudaranya yang telah berhaji terlebih dahulu,
Wallahu a’lam bish-shawab

Tidak ada komentar:
Posting Komentar